
KARBELA
Karet Belakang, bahasa gaul dan populernya disingkat menjadi Karbela, adalah dunia yang tersembunyi dikelilingi gedung-gedung tinggi koridor bisnis Sudirman-Kuningan-Kasablanka.
Mengapa mereka menamainya “belakang”? Mana yang “depan”?
Pengantar Diskusi USF 9:
Desain Kota Yang Inklusif
Setiap hari jutaan warga Jakarta mengandalkan informalitas sebagai sumber penghidupan atau sebagai konsumsi.
​
Interaksi antara formal dan informal ini membentuk wajah Jakarta hingga tidak bisa dilepaskan dari keseharian warga.
​
Rame-Rame Jakarta akan membahas mengenai bagaimana kota yang inklusif mengakomodasi hak dalam penggunaan ruang. Termasuk bagaimana kota bisa menyediakan kebutuhan para kelas pekerja Jakarta.
​
Untuk Urban Social Forum 9 tahun 2022, kami mendalami lagi cerita warga RT.04 di Karet-Setiabudi sebagai lensa memahami kompleksitas keseharian di jakarta.
​
Wawancara kami langsung dengan Mama Mia bisa ditonton di video ini. Bagi yang mau lebih paham latar belakang kisah ini, silakan unduh panduan pengantar di sini.

Di dalam kawasan strategis dan padat penduduk ini, terdapat puluhan jalan tikus yang hanya diketahui penduduk lokal atau tukang ojek berpengalaman.
Tepat di tengah kawasan terdapat Pasar Mencos yang menjadi jantung ekonomi sektor informal, khususnya ratusan warteg, pedagang eceran dan gerobak makanan yang beroperasi setiap hari di batas antara kampung dengan perkantoran, melayani kebutuhan pangan, sandang dan papan bagi ribuan pekerja, pelaju maupun anak kos yang menyebut kawasan Karet ini sebagai rumah sementara di dalam kota Jakarta.
Segala sesuatunya nampak berjalan baik-baik saja, hingga pandemi COVID-19 memporakporandakan semua tatanan sosial ekonomi yang ada.
Apakah di kawasan ini akan tercipta keseimbangan dan stabilitas sosial-ekonomi yang baru? Mana yang lebih mampu bertahan, ekonomi formal atau justru ekonomi serabut?
Cerita & Cita dari
KARBELA
ADAPTASI KARET BARU
Selama masa Pandemi COVID-19, pola kegiatan kota Jakarta sangat berubah. Lebih banyak orang WFH (kerja di rumah aja), menetap di kawasan hunian atau di pinggir kota.
Dalam kondisi seperti ini, gimana dengan dampak pada komunitas di pusat kota yang mengandalkan keberadaan pekerja kantor? Apakah simbiosis antara formal dan informal bisa bertahan dari gangguan besar ini? Ini tantangan adaptasi kebiasaan baru di Karet.