top of page

Adaptasi Karet Baru: Kembali dari Nol

Diperbarui: 23 Sep 2022



Pandemi tengah mereda dan kegiatan perkantoran perlahan kembali aktif ditunjukkan dengan mulai macetnya beberapa kawasan di ibu kota beberapa minggu terakhir.


Ini kabar baik buat para pedagang di pusat kota yang menantikan kehadiran pelanggan yang sebagian besarnya adalah pegawai-pegawai kantor dari gedung tinggi untuk melarisi dagangannya.


Seperti yang terjadi di RT/04 Kampung Karet, tepatnya di Jalan Komando Raya yang merupakan area strategis tengah kota sekaligus titik pertemuan antara bisnis formal yang bermarkas di gedung-gedung pencakar langit di pinggir Jalan Jenderal Sudirman dan Setiabudi dengan kampung kota di belakangnya yang masuk ke area Kelurahan Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Pusat.


Para pedagangnya mulai melakukan pertemuan paguyuban untuk mengatur strategi baru menghadapi era ‘baru’ yang pastinya membentuk warganya punya perilaku yang juga ‘baru’.


Para pedagangnya yang termasuk ke dalam paguyuban mulai melakukan pertemuan untuk mengatur strategi menghadapi era baru ini, karena adanya era baru pasti akan membentuk perilaku warga yang juga ‘baru’.


Masih ingatkah dengan cerita Mama Mia yang kami angkat? Koordinator pedagang informal di RT/04 Kampung Karet sekaligus ketua RT yang aktif menggerakkan kerja bakti kebersihan, arisan, serta gotong royong warga dan para pedagang dari Jalan Komando Raya (Baca artikel tentang “Gang Z”).


Kami menemuinya pertengahan Juli 2022 lalu sekalian ikut acara kumpul pedagang yang bahas arisan perdana setelah 3 tahun absen. Air panas, kopi sachet berbagai merek, dan gorengan aneka ragam sudah terhidang sejak jam 7 pagi di hari Minggu. Orang-orang sudah duduk di pinggiran trotoar sambil tunggu komando dari Mama Mia kapan mulai kerja bakti dan ‘omong-omong’-nya.


Setahun Bertahan” adalah artikel terakhir yang kami terbitkan mengikuti perkembangan cerita di RT/04 ini. Kejadian pandemi yang mengharuskan kantor-kantor ditutup sehingga para pekerjanya Work From Home (WFH) atau ngantor di rumah jelas menyusahkan para PKL, warung tenda, warung tegal (warteg), dan pedagang informal lain yang sehari-harinya mengandalkan pegawai kantoran jadi sumber penghasilan mereka.


Sepi orang, sepi pelanggan, sepi penghasilan. Tak heran kalau ada pedagang yang kemudian merelokasikan dirinya ke tempat lain yang lebih ramai untuk berdagang.


“Ke mana itu Pak Cimol nggak keliatan?” tanya Mama Mia saat arisan, “Pindah ke belakang Ambassador, Bu!” jawab seorang pria anggota paguyuban RT/04 yang juga berdagang di Jalan Komando Raya.


Meski begitu, tak sedikit wajah baru yang hadir jadi anggota paguyuban. Mereka adalah pedagang-pedagang baru yang mengisi slot kosong peninggalan beberapa pedagang lama yang berpindah lokasi.


Ini menunjukkan bahwa Jakarta adalah kota yang super sibuk dan bergerak cepat sehingga ruang kosong cepat terisi dan tak bisa lama menganggur. Terlebih jika lokasinya strategis seperti di Jalan Komando Raya ini, di mana kantor-kantor besar sektor bisnis formal bertemu dengan kampung kota yang padat kos-kosan dengan pilihan makanan formal yang sedikit, tentu ini dilihat sebagai kesempatan bagi para pedagang informal untuk berjualan.


Di mana ada gula, di situ ada semut, ya kan!



Kehadiran para pedagang baru ini dilihat oleh Mama Mia sebagai sebuah tantangan. Bagaimana tidak? Sebagai ketua RT yang aktif mengoordinasi warganya dan pedagang di Jalan Komando Raya, Mama Mia merasa bertanggung jawab mengelola mereka semua supaya teratur.


Para pedagang ini bukan warga, tapi sama saja merupakan ‘penghuni’ ruang yang sama, jadi perlu diperhatikan.


Benar saja, di arisan perdana yang juga kami hadiri tersebut, beberapa pedagang baru mengeluhkan tentang sering adanya penarikan dana tiba-tiba yang mengatasnamakan ketua RT, kadang RW, iuran kebersihan, keamanan, dan lain-lain, hingga akhirnya pedagang itu melaporkan ke Mama Mia sebagai ketua RT. Baru ketahuan ternyata itu bukan wakil dari Mama Mia, melainkan oknum yang mau memanfaatkan naifnya pedagang baru.


Situasi seperti inilah yang memperkuat prinsip Mama Mia bahwa paguyuban perlu dilestarikan demi menjaga kekompakan bersama supaya tidak kena pungutan liar semacam tadi. Selain itu, pertemuan kali ini digunakan untuk berkumpul dan berbagi isu terkini, uneg-uneg, ide, SOP berdagang di Jalan Komando Raya, dan kapan mau arisan lagi, serta jadwal kerja bakti rutin demi menjaga kebersihan area jualan.


“Makanya kita mesti tunjukin kalo kita dagang ngga bikin kotor, tetap bersih, selokannya lancar, nggak bikin banjir”, seru Mama Mia ke anggota paguyuban dengan nada semangat.


Kisah para pedagang RT/04 Kampung Karet ini kami ikuti sudah sejak 2016 saat memanasnya isu penggusuran pedagang Jalan Komando Raya karena proyek pembangunan infrastruktur formal kota yang pada akhirnya menggiring mereka berpindah ke sisi jalan lain yang lebih masuk ke dalam gang. Waktu itu, alasan disuruh pindah adalah supaya lalu lintas lancar.


Namun, area yang dulu diminta ‘dibersihkan’ dari pedagang, kini malah dipenuhi oleh parkiran liar yang tumpah ruah ke jalanan hingga masuk ke depan warung sampai ke gerobak para pedagang. Hal ini mengakibatkan pelanggan enggan berhenti karena susah memarkir motornya dan batal jajan, jelas ini berdampak negatif kepada para pedagang.


Nah, di sinilah paguyuban berperan! Gunanya untuk mengumpulkan pedagang agar mereka memiliki wadah untuk menyampaikan tantangan yang dihadapinya dan mencarikan solusinya bersama. Mama Mia akan menyampaikan isu ini ke rapat tahunan RW yang diadakan di Puncak akhir Juli 2022 agar dibantu menyelesaikan persoalannya. Dari sini, jelas bahwa adanya paguyuban membantu pedagang jadi punya sarana berdiskusi atas isu kesehariannya saat berdagang.


Menariknya, selain paguyuban berfungsi sebagai tempat berbagi keluh kesah, tabungan juga dikumpulkan selama Mama Mia menjadi ketua RT kurang lebih 6 tahun. Jadi dalam 6 periode inilah uang itu dikelola secara bersama-sama dan tercatat jelas secara tertulis. Uangnya berasal dari iuran warga setiap kali arisan dikocok.


Besarnya jumlah iuran arisan, itu yang salah satunya dibicarakan pada pertemuan lalu. Mereka sepakat untuk menetapkan lini masa arisan kapan dimulai dan kapan diakhiri, umumnya berakhir sebelum Ramadhan dan dimulai lagi setelah selesai Idul Adha, kurang lebih 9 bulan lamanya. Setiap uang yang dikocok per bulan, nama yang menang dimintai sumbangan sukarela untuk menambah tabungan RT.


Dari uang yang terkumpul selama ini, paguyuban menggunakannya untuk membeli alat kerja bakti, mengadakan kegiatan RT seperti lomba 17 Agustusan, jalan-jalan (traveling) yang diadakan setahun sekali, bahkan untuk merawat dan mengobati jika ada anggota yang sakit (keputusannya atas mufakat saat ada yang jatuh sakit).


Paguyuban RT 04 ini adalah salah satu wujud resiliensi warga dan pedagang informal dalam menghadapi tantangan dari waktu ke waktu. Bahwa kekompakan mampu membangun kekuatan dalam menyambut gelombang masalah demi masalah dari berbagai sisi.


Masalah lahan yang tergusur oleh otoritas gedung-gedung tinggi di area sekitarnya, masalah pungutan liar yang datang tiba-tiba, wabah COVID-19 yang bahkan sempat membuat pendapatan mereka nol rupiah, lalu kini sulitnya dapat pelanggan karena ruangnya makin sempit dan malah tambah macet. Bagaimana tanggapan RW atas isu terkini? Apakah persoalan ini mampu diatasi hingga para pedagang dapat berjualan dengan tenang tanpa khawatir berkurang pendapatannya?


Atau jangan-jangan ada kemungkinan tergusur lagi? Tidak ada yang tahu. Belum ada yang pasti, seperti yang sudah terjadi selama 6 tahun tahun terakhir. Kejadian penggusuran, hingga susah dapat pelanggan karena terhalang parkiran motor, semua adalah tantangan yang muncul atas dinamika kota Jakarta. Kota padat, super sibuk, nan terus bergerak. Terlebih jika berhubungan dengan lokasi se-strategis Jalan Komando Raya di mana interaksi antara kampung dan kota informal (baca: Jakarta) -nya sangat intens.


Setiap isu dan kejadian di tiap lokasi di Jakarta punya kompleksitas sendiri. Jakarta itu rumit, kepentingannya banyak, jadi butuh kerja sama untuk bertahan. Namun, pedagang sebagai aktor informal yang punya peran dalam kompleksitasnya, umumnya belum dikelola dengan baik.


Para pedagang bukannya tidak tahu aturan, tapi belum ada yang menarasikan bagaimana mengaturnya. Mama Mia adalah aktor penting yang mampu menarasikannya dengan tangguh dan gigih. Buktinya dengan ajakan yang berlangsung sejak lama kepada warga RT/04 Kampung Karet dan para pedagang di Jalan Komando Raya untuk melestarikan paguyuban agar hidup dan aktif berkegiatan.


Lalu apakah Mama Mia berhasil membentuk paguyuban baru bersisi pedagang-pedagang baru pasca pandemi? Dan bagaimana nasib RT/04 Kampung Karet, Setiabudi, ini bertahan menghadapi tantangan?


Meski tantangannya tidak sedikit di zaman kebiasaan baru ini, jelas Mama Mia dan kawan-kawan pedagang punya semangat untuk mengatasinya, ditunjukkan dengan rapat RT yang kami ikuti kemarin dan upaya-upaya Mama Mia beberapa tahun terakhir.


66 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page